Pandangan MUI Sumedang tentang Kurban saat PMK

Pandangan MUI Sumedang tentang Kurban saat PMK

BERITA SUMEDANG.ruber.id – Hanya dua hari lagi, umat Islam akan melaksanakan ibadah kurban pada momentum Idul Adha 1443 H.

Namun di sisi lain, penyakit mulut dan kaki (PMK) pada hewan ternak sedang mewabah dan banyak menelan korban.

Bagaimana sikap muslim yang akan berkurban di masa tersebut, berdasarkan pandangan ulama.

Menurut penuturan Wakil Ketua III Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sumedang H Zaenal Alimin, pada dasarnya hewan yang sah. Menjadi hewan kurban adalah binatang yang sehat dari jenis binatang yang bisa dikurbankan seperti unta, kerbau, sapi, kambing, dan domba.

“Sedangkan hewan qurban yang tidak sah dijadikan hewan kurban ini terkait dengan kondisi badannya,” ucapnya.

Ia menyebutkan, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan disohihkan oleh Imam Tirmizi. Serta dalam buku Fiqih karya Sulaiman Rasyid dan Fiqih sunah karya Sayyid Sabiq dijelaskan. Bahwa hewan yang tidak bisa dijadikan hewan kurban adalah hewan yang matanya rusak atau cacat.

Lalu hewan yang sakit, kemudian hewan yang kurus dan tidak bergaji lagi.

“Artinya hewan kurban harus dalam keadaan sehat. Pada dasarnya hewan yang terjangkit PMK ini adalah hewan yang sakit berarti tidak sempurna jika dijadikan hewan kurban,” tuturnya.

Namun demikian, Zaenal menerangkan, terdapat Fatwa MUI Pusat Nomor 32/2022 yang menyatakan bahwa hewan kurban yang terkena penyakit PMK ini ada dua kondisi.

Yakni pertama, hewan kurban yang terjangkit PMK tapi masih sifatnya bergejala atau PMK ringan. Kedua, hewan kurban yang terjangkit PMK tapi sudah dalam kondisi berat.

“Menurut Fatwa MUI itu bahwa yang kategori PMK ringan masih diperbolehkan untuk dijadikan hewan kurban.”

“Kondisi ringan ini seperti kakinya sudah terkena gejala PMK tapi tidak sampai kepada pincang yang fatal, kukunya masih kuat, mulutnya belum rusak meski air liur keluar, atau tidak ada semangat untuk makan,” terangnya.

Sedangkan untuk PMK yang masuk kategori berat, Fatwa tersebut menyebutkan tidak sah atau tidak boleh dijadikan hewan kurban.

“Misalkan hewan kurban yang kukunya sudah lapuk, copot, pincang, atau cacat.”

“Kemudian mulutnya sudah rusak, gigi dan gusi sudah copot dan lidahnya sudah parah. Hewan kategori ini tidak sah dijadikan kewan kurban,” ungkapnya.

Kemudian Zaenal juga menyarankan, jika akan memakan hewan kurban yang masuk dalam kategori PMK ringan agar dikonsultasikan dengan yang memiliki profesi kompeten.

“Walaupun virusnya tidak akan menyebar kepada manusia, namun untuk kesehatan tentu harus dijaga,” ujarnya.

Merujuk pada hukum kurban di atas, maka bagi yang mau berkurban dan kurbannya kategori wajib, yang pertama kali harus diupayakan adalah mencari semaksimal mungkin hewan yang benar-benar sehat agar sah dan lebih afdol.

“Demikian juga bila kita mau berkurban sunat, dicari semaksimal mungkin hewan yang benar-benar sehat,” tuturnya.

Ia pun menambahkan, apabila tidak ditemukan hewan yang benar-benar sehat, maka bisa memilih yang PMK dengan kategori ringan.

“Kalau memang kita sudah benar-benar ingin berkurban, kemudian sudah mencari ke sana kemari tidak mendapatkan sama sekali hewan kurban yang memenuhi syarat keafdolan, maka terpaksa hewan yang terkena PMK namun yang kategorinya ringan,” ucapnya.