Pakai Seniman Bandung saat Launching Maskot dan Jinggel, KPU Sumedang Dianggap Tak Adil

Pakai Seniman Bandung saat Launching Maskot dan Jinggel, KPU Sumedang Dianggap Tak Adil
R015/ruber.id

BERITA SUMEDANG.ruber.id – KPU Sumedang dianggap tidak adil karena menggunakan seniman luar daerah (Lembang, Bandung), saat launching maskot dan jingle (Jinggel) untuk Pilkada 2024, Sabtu (8/6/2024) malam.

Sejumlah seniman Sumedang pun, mempertanyakan kehadiran artis dan pengiring acara dari luar kota dalam acara yang digelar di lapangan Pusat Pemerintahan Sumedang (PPS) ini.

Selain artis penyanyi, pengiring acara berupa band juga diambil dari luar Sumedang.

Aktivis Seniman Sumedang, Asep mempertanyakan keputusan yang menjadi perbincangan ramai di grup media sosial.

Sebab, kata Asep, di Sumedang terdapat banyak artis dan pengiring dengan kualifikasi yang kompeten dan harga yang bersaing untuk agenda seperti launching yang dilaksanakan KPU itu.

Asep menganggap KPU Sumedang berbuat tidak adil dan melanggar etika. Sehingga, patut dipertanyakan.

“KPU (Sumedang) sebaiknya berlaku adil kepada seniman lokal Sumedang. Dengan kegiatan yang bersumber dari APBD Sumedang, jika menggunakan artis dan seniman lokal tentu akan memberikan keuntungan secara ekonomi kepada komunitas tersebut,” kata Asep.

Ia menambahkan, melibatkan artis dan pengiring lokal akan mendukung perkembangan seni dan budaya lokal.

Selain itu, memberi kesempatan kepada seniman lokal untuk mendapatkan pengakuan.

“Dengan melibatkan artis dan pengiring lokal, dana yang dikeluarkan untuk acara tersebut akan tetap bergulir dalam komunitas. Serta, membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat Sumedang,” tambahnya.

Asep menyebutkan, jika KPU melakukan proses rekrutmen secara transparan berdasarkan kriteria yang jelas, situasinya mungkin berbeda.

“Jika KPU, misalnya melakukan kompetisi untuk menentukan siapa yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini, dan dilakukan secara transparan, mungkin akan mengurangi gesekan yang ada,” jelasnya.

Asep juga menyebutkan, KPU Sumedang, sekalipun melakukan kompetisi untuk menentukan siapa yang akan mengisi acara hiburan. Seharusnya bisa tetap mempertimbangkan etika.

“Secara etika, mendukung seniman lokal untuk mendapatkan kesempatan tampil jauh lebih baik. Serta, menunjukkan dukungan terhadap perkembangan seni lokal dan pemberdayaan ekonomi. Nyatanya, tidak,” ucap Asep.