Memahami Isbal menurut Islam dari 4 Mazhab

Memahami Isbal menurut Islam dari 4 Mazhab
Foto ilustrasi from iStockphoto

BERITA SUMEDANG.ruber.idIsbal adalah memanjangkan pakaian (sarung, celana, gamis, dan lainnya) sampai melebihi batas mata kaki.

Pengertian isbal dari segi bahasa yaitu terdiri dari kata (أسبل-يسبل-إسبالا) yang artinya adalah memanjangkan. Sementara untuk orang yang isbal disebut dengan Musbil.

Agama Islam merupakan agama yang sangat sempurna. Sebab, hampir semua hukum permasalahan yang ada didunia ini telah dijelaskan dan dijabarkan secara rinci oleh syariat Islam.

Bersamaan dengan arus kebangkitan agama Islam, tak heran kesadaran untuk ber-Islam secara kaffah menjadi hal yang niscaya baik bagi muslim ataupun muslimah.

Mengamalkan sunnah nabi merupakan bagian dari cakupan kekaaffahan pemahaman Islam bagi seseorang.

Termasuk di dalamnya, keinginan sebagian para pemuda yang memendekkan pakaian di atas mata kaki bahkan setengah betis atau yang disebut celana cingkrang.

Dan tidak ketinggalan juga memanjangkan jenggot, memendekkan kumis, serta menutup aurat secara sempurna bagi para muslimah.

Hal ini, harus seharusnya disambut gembira dan diberikan dukungan, guna penyeimbang atas betapa kuatnya dukungan terhadap kejahiliyahan akhlak yang ada di era sekarang ini. Dan hal tersebut juga sebagai syi’ar Islam.

Istilah ‘celana cingkrang’ saat ini sedang ramai dibicarakan di kalangan masyarakat kita.

Celana cingkrang, adalah celana panjang di mana ujungnya tidak sampai mata kaki.

Jenis fashion ini, sering kali diidentikkan dengan kelompok tertentu dalam umat Islam.

Bahkan, fashion ini menjadi ciri pembeda antara kelompok tersebut dengan kelompok lain.

Nah, ada juga yang kebalikan dari menggunakan celana cingkrang yaitu disebut dengan isbal. Istilah Isbal adalah memanjangkan pakaian berupa celana, sarung, jubah, dan sebagainya yang melebihi mata kaki.

Perbedaan pemahaman tentang hukum isbal tidak hanya terjadi saat ini, tetapi pada jamann dahulu sudah ada.

Para ulama pun, yang terdiri dari 4 mazhab berbeda berpendapat tentang hukum memanjangkan pakaian melebihi mata kaki (isbal).

Meskipun terlihat masalah remeh, tetapi nyatanya isu “isbal” dan “celana cingkrang” masih menjadi perbincangan di masyarakat kita.

Lantas, bagaimana para ulama dari 4 mazhab berpendapat dalam hal ini? Sebagian besar ulama yang meliputi mazhab Hanafi, ulama mazhab Syafi’i.

Kemudian, sebagian ulama mazhab Hanbali menyatakan, bahwa memanjangkan pakaian melebihi mata kaki hukumnya adalah mubah.

Isbal Hukumnya Haram Mutlak Menurut Ulama

Terdapat 3 ulama yang mengatakan Isbal itu hukumnya haram, sebagai berikut ini.

1. Ulama Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy

Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniya menyatakan, isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. Meskipun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud sombong.

2. Ulama Syaikh Bin Bazz

Ulama Syaikh Bin Bazz menyatakan, hadis-hadis tentang isbal sangat banyak dan semuanya menunjukkan haramnya isbal secara mutlak.

Meski orang yang bersangkutan tidak bermaksud sombong atau takabbur.
Sebab hal tersebut dapat menyebabkan sebagai wasilah takabbur.

Dengan munculnya sifat berlebih-lebihan dan bisa kena najis atau kotoran. Dan bagi orang yang benar-benar berniat sombong maka sudah jelas dosanya lebih berat.

3. Ulama Syaikh Al-Utsaimin

Syaikh Al-Utsaimin menyatakan, adapun sesuatu yang diharamkan karena sifatnya adalah seperti pakaian isbal.

Di mana, seorang laki-laki yang menurunkan pakaiannya hingga kedua mata kaki maka hal ini termasuk perbuatan yang haram untuk dilakukan.

Sehingga, siapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan dari agama maka itu tertolak amalnya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hukum memanjangkan pakaian yang melebihi mata kaki.

Di mana, sebagian besar ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan sebagian ulama mazhab Hambali membolehkannya.

Namun sebagian ulama dari mazhab Maliki, dan ada sebagian ulama dari mazhab Hambali yang lain menyatakan kemakruhannya. Sementara, sebagian lagi ulama mazhab Maliki yang lain mengharamkannya.